
– Prosesi Kirab 13 Perwakilan Trah Menuju Masjid Agung
SOLO, suaramerdekasolo.com – Didahului ”drama penjegalan” dengan sepucuk surat bertandatangan Sinuhun PB XIII bertanggal 16 September yang ditujukan kepada pengurus kagungandalem Masjid Agung Keraton Mataram Surakarta, upacara adat haul ke-387 Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma atau haul kedua yang digelarLembaga Dewan Adat tetap berlangsung lancar dan aman, Minggu siang (20/) tadi.
Bahkan, kesempatan kedua menggelar haul Pahlawan Nasional pendiri Mataram Islam setelah 2019 itu, diawali dengan prosesi arak-arakan 13 perwakilan trah darahdalem yang membawa tumpeng sega golong asahan yang dipandu dengan sejumlah prajurit, dari Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa menuju Masjid Agung.
Seperti biasa, untuk menggelar event upacara adat spiritual religi haul atau khol itu, selalu didahului meminta izin lokasi yang akan dipakai, sebagai bekal meminta izin penyelenggaraan keramaian. Namun, surat yang dikirim Lembaga Dewan Adat yang diketuai GKR Wandansari Koes Moertiyah kepada pengurus Masjid Agung, justru dijawab dengan surat permohonan maaf pengurus masjid karena tidak bisa memberi izin menggunakan masjid agung untuk keperluan tersebut.
Pengurus Masjid Agung menyampaikan jawaban seperti itu, karera sebelumnya telah menerima surat pernyataan yang dikirim Sinuhun PB XIII yang antara lain menyebut, bahwa penggunaan semua aset bangunan ”miliknya” (Sinuhun PB XIII) harus seizin Sinuhun. GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng selaku Ketua LDA segera meminta Lembaga HUkum Keraton Surakarta (LHKS) untuk menjelaskan, ”ketidakpahaman” yang berakibat keluarnya surat penolakan pengurus Masjid Agung.
Akhirnya, masalah kecil yang mirip ”drama penjegalan” itu cepat bisa diatasi, sebelum event berlangsung. Dan upacara adat khol yang dikembangkan dari format awal tahun 2019 itu, terlaksana dengan lancar dan aman, di antaranya karena dijaga seratusan personel dari Polresta dan Polsekta Pasarkliwon serta Koramil Pasarkliwon.
Agar Ingat Asal-usul
Pukul 11.00, lima orang sentanadalem perwakilan trah darahdalem mulai Sinuhun Amangkurat Agung hingga Sinuhun Paku Buwono (PB) XII, membawa beberapa tampah berisi uba-rampe kenduri, di antaranya tumpeng sega golong asahan. Tiap unit pembawa persembahan, dinaungi songsong berwarna kuning, mereka berjalan urut dari leluhur paling tua setelah Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma.

Dipandu beberapa bregada prajurit Keraton Mataram Surakarta di antaranya prajurit korp musik, prosesi yang diikuti para abdidalem ulama dan ”Kancakaji” berjalan dari Pagelaran Sasana Sumewa menuju Masjid Agung. Hamya butuh waktu sekitar 10 menit, prosesi tiba di masjid dan semua uba-rampe kenduri langsuung ditata di pendapa masjid.
Lewat pukul 12.00 doa, tahlil dan dzikir disertai shawalat Sultanagungan dan syahadat Quresh di senandungkan bersama. Rangkaian upacara ditutup dengan penjelasan Gusti Moeng selaku penanggungjawab penyelenggara, di antaranya mengenai adanya jenang Garu-garu atau jenang abang-putih sebagai simbol haul Sultan Agung, yang bermakna filosofi agar semua ingat ”sangkan-paraning dumadi” atau asal-usul.
Pukul 13. 30 semua rangkaian upacara adat yang diikuti sekitar 300 orang dari kerabat sentana dan perwakilan Pakasa dari berbagai cabang di Jateng, Jatim termasuk cabag istimewa (kabupaten) Ponorogo yang dipimpin KRA Gendur Hadipuro dan cabang DIY itu berakhir. Upacara adat khol kali ini juga istimewa, karena dawuh ujub disampaikan GKR Timoer, anak tertua Sinuhun PB XIII yang menjabat Pengageng Keputren.
”Karena saya hampir tiap hari diundang panitia haul leluhur Mataram di berbagai daerah di Jateng dan Jatim, maka kami perlu mengadakan haul atau khol untuk leluhur pendiri Mataram. Sekarang, untuk Sultan Agung sudah yang kedua. Apalagi, eyang Sultan Agung ‘kan Pahlawan Nasional. Sinuhun yang lain juga sudah diperingati kholnya,” jelas Gusti Moeng saat ditanya para awak media seusai doa, tahlil dan dzikir di Masjid Agung. (Won)
Editor : Budi Sarmun