Menteri PU Copot Kadis PUPR Sumut Usai Terjaring OTT KPK

SUARAMERDEKASOLO.COM – Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dody Hanggodo, langsung mencopot Topan Obaja Putra Ginting dari jabatannya. Topan sebelumnya menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara. Ia terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (28/6/2025).

Selain itu, KPK juga menetapkan empat orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan. Seluruh tersangka saat ini menjalani penahanan di Rumah Tahanan KPK.

Dalam konferensi pers, Dody menegaskan bahwa keputusan pencopotan Topan merupakan bentuk nyata dari komitmen pemerintah. Ia ingin membersihkan birokrasi dari praktik-praktik korupsi.

“Presiden Prabowo sudah memberi arahan yang jelas. Siapa pun yang tidak bersih, akan disingkirkan,” tegas Dody, Sabtu (28/6/2025).

Lebih lanjut, Dody juga menyampaikan kesiapannya untuk menindak tegas aparatur kementerian PU yang terlibat. Menurutnya, siapa saja yang terbukti korupsi harus bertanggung jawab di depan hukum.

“Jika ada yang terseret, saya akan serahkan. Tidak ada toleransi,” ujarnya.

Meskipun bersikap tegas, Dody tetap menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah. Oleh karena itu, ia meminta agar proses hukum dijalankan dengan profesional dan transparan.

Penahanan Dilakukan Setelah Penetapan Tersangka

KPK mulai menahan lima tersangka sejak tanggal 28 Juni 2025. Masa penahanan berlangsung selama 20 hari pertama, hingga 17 Juli 2025. Tindakan ini diambil setelah para tersangka resmi ditetapkan.

Kelima orang tersebut yaitu:

  • Topan Obaja Putra Ginting (TOP) – Kadis PUPR Sumut

  • Rasuli Efendi Siregar (RES) – Kepala UPTD Gunung Tua dan pejabat pembuat komitmen

  • Heliyanto (HEL) – PPK Satker PJN Wilayah I Sumut

  • Akhirun Efendi Siregar (KIR) – Direktur Utama PT DNG

  • M. Rayhan Dulasmi (RAY) – Direktur PT RN

KPK menyatakan bahwa Topan, Rasuli, dan Heliyanto menerima suap dalam bentuk uang atau janji terkait proyek jalan. Ketiganya dikenai Pasal 12 dan Pasal 11 UU Tipikor karena menerima gratifikasi.

Sebaliknya, Akhirun dan Rayhan diduga sebagai pihak yang memberikan suap. Oleh sebab itu, KPK menjerat keduanya dengan Pasal 5 dan Pasal 13 UU yang sama.

Selain itu, kasus ini berkaitan erat dengan proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara. Proyek tersebut melibatkan Dinas PUPR dan Satker PJN Wilayah I. KPK menilai praktik korupsi di sektor infrastruktur sangat merugikan negara, baik dari sisi anggaran maupun kepercayaan publik.