Ekonomi Syariah Muncul sebagai Solusi Krisis Global
SUARAMERDEKASOLO.COM – Di tengah tekanan global akibat krisis pangan, ketidakstabilan geopolitik, inflasi, dan perubahan iklim, ekonomi syariah hadir bukan sekadar sebagai alternatif. Pendekatan ini membawa arah baru berbasis nilai keadilan, etika, dan keberlanjutan. Laporan State of the Global Islamic Economy (SGIE) 2025 yang dirilis DinarStandard menegaskan kembali pentingnya peran Indonesia dalam peta global ekonomi syariah.
Posisi Strategis Indonesia di Tingkat Global
Sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia berpeluang besar menjadi pemimpin ekonomi halal global. Dalam SGIE 2024/2025, Indonesia mempertahankan posisi ketiga dunia. Di sektor fesyen Muslim, Indonesia menempati urutan kedua, dan peringkat keempat untuk sektor keuangan syariah. Namun, sektor lain seperti makanan halal, kosmetik, media hiburan Islam, dan farmasi masih tertinggal—berada di posisi keenam hingga kedelapan.
Investasi Halal Indonesia Tertinggi di Dunia
Sepanjang 2023, Indonesia mencatat nilai investasi halal tertinggi secara global, yakni sebesar 1,6 miliar dolar AS dari 40 transaksi. Angka ini bahkan melampaui Uni Emirat Arab yang berada di posisi kedua. Capaian ini menunjukkan bahwa para investor global mulai melirik potensi Indonesia sebagai pusat pertumbuhan ekonomi syariah.
Transformasi Butuh Ekosistem Terintegrasi
Pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan capaian sektoral. Untuk membangun fondasi ekonomi syariah yang kuat, Indonesia harus menciptakan ekosistem yang terintegrasi. Sinergi antarsektor—keuangan, pangan, pendidikan, digital, hingga industri kreatif—perlu diperkuat agar saling menopang.
Meski saat ini terdapat ratusan lembaga keuangan syariah seperti Bank Umum Syariah, BPRS, dan asuransi syariah, pangsa pasarnya masih terbatas, baru mencapai 25,1% dari total industri keuangan nasional. Ini menandakan perlunya reformasi menyeluruh, baik dari sisi model bisnis, regulasi, digitalisasi, hingga pengembangan SDM.
Menjangkau UMKM dan Masyarakat Akar Rumput
Kehadiran Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) menjadi langkah awal yang penting. Namun, transformasi nyata menuntut pendekatan yang inklusif. Pemerintah perlu memperluas akses keuangan syariah bagi UMKM, petani, nelayan, santri, dan masyarakat urban kelas menengah. Peran fintech syariah, zakat digital, wakaf produktif, serta pembiayaan mikro harus diperluas dan diperkuat.
Indonesia Harus Jadi Produsen, Bukan Hanya Pasar
Laporan SGIE mencatat bahwa konsumsi produk halal global mencapai 2,5 triliun dolar AS dan akan tumbuh menjadi 3 triliun pada 2027. Indonesia berpotensi besar untuk menjadi produsen utama dalam rantai pasok halal global. Namun, sektor hulu seperti pertanian, peternakan, farmasi, dan logistik masih memerlukan penguatan signifikan.
Pemerintah perlu mempercepat proses sertifikasi halal yang murah, cepat, dan terpercaya. Lembaga sertifikasi harus bertindak sebagai mitra pengusaha, bukan hanya sebagai lembaga regulator.
Membangun Ekosistem Inovasi Digital Syariah
Indonesia memiliki peluang besar untuk membangun pusat inovasi halal digital. Startup fintech syariah, lifestyle platform halal, serta teknologi berbasis blockchain Islam dan zakat digital perlu didorong. Sayangnya, ekosistem inovasi saat ini masih terfragmentasi dan kurang kolaboratif.
Generasi muda Muslim dunia kini menunjukkan preferensi tinggi terhadap produk dan layanan etis, ramah lingkungan, dan spiritual. Indonesia perlu mengambil peran utama sebagai pusat ekonomi digital syariah yang relevan dengan generasi masa depan.
Ekonomi Syariah: Jawaban atas Krisis Nilai Global
Krisis global saat ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga menyangkut krisis nilai dan keadilan sosial. Sistem ekonomi syariah menekankan keadilan, keberlanjutan, dan distribusi kekayaan. Prinsip berbagi risiko, larangan riba, serta transaksi berbasis nilai riil memberikan stabilitas dalam ketidakpastian ekonomi global.
Potensi zakat nasional diperkirakan bisa mencapai Rp 327 triliun per tahun. Namun, realisasinya masih sangat kecil, sekitar Rp 20 triliun. Untuk memaksimalkan potensi ini, tata kelola zakat dan wakaf perlu direformasi dan diintegrasikan secara profesional.
Tantangan Struktural yang Masih Menghambat
Beberapa tantangan besar yang masih harus diatasi antara lain:
-
Rendahnya literasi dan inklusi keuangan syariah.
Banyak masyarakat belum memahami prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam. -
Sertifikasi halal yang belum merata.
Prosesnya dianggap rumit, khususnya bagi pelaku UMKM di daerah. -
Kesenjangan regulasi dan kelembagaan.
Koordinasi antar kementerian belum sepenuhnya terintegrasi. -
Kekurangan SDM unggul di sektor syariah.
Kurikulum ekonomi syariah belum sepenuhnya responsif terhadap kebutuhan industri.
Strategi Percepatan Transformasi Ekonomi Syariah
Pemerintah perlu mengambil langkah strategis, seperti:
-
Mengubah KNEKS menjadi Badan Pengembangan Ekonomi Syariah dengan kewenangan eksekusi penuh.
-
Mengintegrasikan ekonomi syariah dalam RPJPD dan RPJMD di tingkat daerah.
-
Memberikan insentif fiskal dan pembiayaan untuk UMKM syariah, startup halal, dan pesantrenpreneur.
-
Mendorong lembaga keuangan syariah agar fokus pada sektor produktif dan ekspor.
-
Membangun Halal Innovation Hub, Wakaf Technopark, dan platform pembiayaan komunitas.
Kesimpulan: Indonesia Harus Ambil Kendali Arah
Transformasi ekonomi syariah bukan sekadar tentang angka dan peringkat. Ini adalah soal bagaimana nilai-nilai Islam diwujudkan dalam sistem ekonomi yang inklusif, adil, dan berkelanjutan. Indonesia memiliki modal kuat—pasar besar, SDM kreatif, tradisi Islam moderat, dan dukungan politik. Namun, tanpa strategi konkret dan kolaboratif, potensi ini hanya akan menjadi narasi tanpa realisasi.
Laporan SGIE 2025 menunjukkan bahwa Indonesia tengah berada di titik krusial. Kini saatnya beralih dari sekadar menjadi pasar menjadi produsen, dari konsumen menjadi pemimpin. Transformasi ini harus menjadi gerakan nasional yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat—agar ekonomi syariah benar-benar menjadi tulang punggung masa depan Indonesia.