NATO Summit The Hague 2025: Komitmen Pertahanan 5% PDB dan Masa Depan Aliansi

KTT NATO slot qris di The Hague (24–25 Juni 2025) adalah ajang penting bagi 32 negara anggota untuk merumuskan arah aliansi dalam menghadapi tantangan global, terutama perang di Ukraina dan meningkatnya agresi Rusia. Ini merupakan KTT NATO pertama yang dipimpin oleh Sekjen baru, Mark Rutte — mantan Perdana Menteri Belanda — dan digelar di World Forum, menelan biaya sekitar €95 juta serta membutuhkan pengamanan besar-besaran (en.wikipedia.org).

Komitmen utama yang akan dibahas dalam KTT ini adalah peningkatan target belanja pertahanan dari 2% ke 5% PDB. Argentina Pilar strategi ini adalah bukti keseriusan aliansi dalam memperkuat kemampuan kolektif serta meneruskan prakarsa NATO sejak KTT Wales 2014 .

Komitmen 5% PDB: Rationale dan Struktur

2.1 Alasan Kenaikan

Ancaman dari Rusia dan meningkatnya ketegangan geopolitik global — termasuk masalah hybrid dari China dan aliansi-Terorisme— memaksa NATO untuk memperkuat pertahanan. Rutte menegaskan perlunya “quantum leap” dalam pertahanan guna menjaga keselamatan hampir satu miliar warga aliansi .

Di samping itu, kehadiran Donald Trump sebagai Presiden AS membawa tekanan baru: menginginkan beban militer lebih merata, terutama agar Eropa meningkatkan kontribusinya. Trump memandang bahwa AS tidak perlu menyesuaikan ke 5%, tapi meminta negara lain untuk mencapai angka tersebut (politico.com).

2.2 Pemetaan “3.5 + 1.5” yang Diusulkan

Rutte merancang strategi pembagian target 5% PDB:

  • 3,5% alokasi untuk belanja militer langsung (personel, kendaraan, persenjataan, pelatihan),
  • 1,5% untuk infrastruktur, keamanan siber, mobilitas militer, dan kesiapan sipil (defensemagazine.com).

Model ini dirancang untuk memudahkan negara-negara anggota menyusun rencana bertahap hingga 2032, meski beberapa pihak, seperti Denmark dan pemimpin negara Baltik, mendesak target lebih cepat (2030 atau lebih awal) .

Tanggapan Negara Anggota

3.1 Pendukung Kuat

Negara Baltik—Estonia, Latvia, Lithuania—sudah berkomitmen di atas 3% dan menargetkan 5% dalam beberapa tahun mendatang.

Swedia juga diperkirakan berada di jalur dukungan, dengan PM Kristersson menyatakan kesanggupan mencapai 5% melalui struktur “3.5 + 1.5”.

Jerman, mantan pembelot dari target 2%, kini mendukung target baru ini mengakui perluasan ancaman dan pentingnya solidaritas NATO .

3.2 Negara dengan Keberatan

Spanyol secara terbuka menolak target 5%, menyebutnya “tidak wajar dan kontraproduktif”, dan memilih berorientasi lebih pada kemiskinan dan kesejahteraan sosial; saat ini Spanyol masih di kisaran 1,3% PDB .

Negara seperti Italia, Belgia, dan Luxemburg juga menilai target tersebut terlalu berat sesuai tekanan fiskal dan prioritas domestik, atau meminta tenggat waktu yang lebih longgar .

Tantangan Implementasi

4.1 Beban Ekonomi dan Politik

Negara-negara besar di Eropa (Jerman, Prancis, Italia, Belanda) berhadapan dengan peningkatan anggaran miliaran euro (misalnya Belanda butuh tambahan €16–19 miliar per tahun) .

Tantangan tambahan berupa peningkatan personel—Belanda memerlukan hingga 18.000 personel ekstra .

4.2 Kapasitas Industri dan Logistik

Eropa saat ini belum sepenuhnya mampu memasok peralatan perang dalam skala besar, terbukti sejak awal perang Ukraina. Penambahan talenta dan fasilitas produksi senjata/sub-komponen penting diperkuat dengan ide seperti “industrial Ramstein”, serta keterbukaan penggunaan belanja untuk bantuan ke Ukraina.

Implikasi untuk Aliansi NATO

5.1 Deterrence dan Persatuan Trans­Atlantik

Jika berhasil, komitmen 5% ini akan meningkatkan kemampuan pencegahan (deterrence) NATO, memperjelas pesan ke Rusia dan kekuatan rival lainnya bahwa aliansi ini siap dan mampu melindungi setiap inci wilayahnya.

5.2 Agenda Ukraina

Zelenskyy akan hadir, namun tidak ada pertemuan khusus Dewan NATO-Ukraina, menunjukkan prioritas baru pada investasi struktural aliansi .

KTT NATO di The Hague menjadi momen krusial: jika tercapai kesepakatan 5% PDB melalui formula “3,5+1,5”, ini akan menggemakan era baru ketahanan kolektif Eropa — di bawah kepemimpinan Rutte dan tekanan ala Trump dari AS. Sokongan dari Jerman, Baltik, dan Skandinavia memperkuat landasan. Namun, penolakan dari Spanyol dan rentang perbedaan fiskal antar negara masih menyisakan risiko fragmentasi.

Nasib aliansi ini akan sangat bergantung pada kemampuan negara-negara untuk menyeimbangkan keamanan dan prioritas domestik serta meningkatkan kapasitas industri pertahanan. Dengan batas waktu 2032, dekade mendatang akan menjadi masa penting bagi NATO untuk benar-benar mewujudkan “peace through strength”.