suaramerdekasolo.com – SENIN (9/11) siang, matahari bersinar cerah. Sejumlah mobil pikap milik TNI, Polri dan relawan nampak diparkir berjajar di jalan Dukuh Stabelan, Desa Tlogolele, Kecamatan Selo.
Ya, deretan mobil tersebut digunakan untuk menjemput warga guna dibawa ke tempat penampungan pengungsi sementara (TPPS) Desa Tlogolele. Hal itu seiring kondisi Gunung Merapi yang masuk level Siaga. Bahan, beberapa kali terjadi guguran lava dari arah puncak gunung tersebut.
Adapun sasaran evakuasi adalah warga usia rentan. Yaitu, lansia, ibu hamil, balita dan anak- anak. Namun, tak semua pengungsi ditempatkan di TPPS. TPPS hanya bagi warga lansia dan anak- anak. Sedangkan balita dan ibu hamil ditempatkan atau menumpang di rumah warga.
Sementara, petugas dan relawan sudah menyiapkan fasilitas di TPPS Tlogolele. TPPS juga sudah disekat- sekat menggunakan papan untuk mengantisipasi penularan Covid-19. Petugas juga menyiapkan logistik atau makan bagi para pengungsi.
Seperti yang dibawa jajaran Kodim 0724 Boyolali. Bantuan logistik berupa telur, mi instan dan beras diserahkan langsung oleh Dandim Boyolali, Letkol (inf) Aris Prasetyo. Jajaran Kodim juga turut aktif mengevakuasi para pengungsi.
Menurut Sekretaris Desa (Sekdes) Tlogolele, Neigen Achtah Nur Edy Saputra, kelompok rentan seperti lansia, penyandang difabel, ibu hamil dan menyusui serta anak-anak menjadi sasaran utama evakuasi. Total sebanyak 233 warga yang tersebar di empat dukuh. Yaitu, Stabelan, Takeran, Belang dan Gumukrejo.
“Kelompok rentan ini kami evakuasi terlebih dahulu. Supaya nanti sewaktu waktu Merapi mengalami erupsi, proses evakuasi berjalan efektif,” katanya.
Untuk sementara, kelompok rentan ini ditempatkan di TPPS Desa Tlogolele. Jika kondisi semakin mengkhawatirkan, pengungsi akan dibawa ke Sister Village ke Desa/Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang. Untuk memenuhi protokol kesehatan di TPPS diberi sekat kotak.
Ada sebanyak 31 kotak dari papan triplek, masing-masing berukuran 2X2 meter. Setiap kotak bisa menampung 4 orang. TPPS khusus menampung lansia. Sedangkan balita dan ibu hamil ditempatkan di rumah warga. Mereka juga dipantau kondisi kesehatannya.
Sementara itu, Dandim 0724/Boyolali, Letkol Inf Aris Prasetyo mengungkapkan, TNI, Polri dan bersama Pemerintah Daerah dibantu masyarakat mengevakuasi warga kelompok rentan. “Sistem dan penempatan pengungsi telah diatur sesuai protokol kesehatan.”
Salah satu pengungsi, Nanik (30) mengaku turut mengungsi demi keselamatan diri dan bayi dalam kandungannya. Dia selama beberapa hari terakhir sempat takut karena mendengar suara gemuruh dari arah puncak Merapi yang hanya berjarak 3,5 km dari kediamannya di Dukuh Stabelan, Desa Tlogolele.
“Dulu saat Merapi erupsi tahun 2010, kami sekeluarga juga sempat mengungsi.” (jm)