/Label Halal Palsu di Rumah Makan Widuran, Bisa Dipidana?
Label Halal Palsu di Rumah Makan Widuran, Bisa Dipidana?

Label Halal Palsu di Rumah Makan Widuran, Bisa Dipidana?

SuaraMerdekaSolo.com – Sorotan publik kini tertuju pada rumah makan Ayam Goreng Widuran setelah terungkap penggunaan minyak babi dalam proses pengolahan makanan, meskipun selama ini menampilkan label halal di berbagai spanduk promosi mereka.

Kejadian ini menuai polemik lantaran rumah makan tersebut sempat mengeklaim kehalalan produknya tanpa sertifikasi resmi. Setelah permintaan maaf yang disampaikan pada Jumat (23/5), manajemen segera mengganti banner dan menyematkan label non-halal. Namun, langkah itu dinilai belum cukup untuk menyelesaikan persoalan hukum yang mengintai.

Bisa Dikenai Sanksi Administratif hingga Pidana

Wakil Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Afriansyah Noor, menjelaskan bahwa tindakan tersebut bisa dikenai sanksi. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal, pelaku usaha wajib mencantumkan label non-halal jika produk mereka tidak memenuhi kriteria halal.

“Jika tidak mencantumkan, pelaku bisa dikenai peringatan tertulis dan wajib menarik produk dari peredaran,” kata Afriansyah dalam keterangan tertulisnya, Selasa (27/5).

Lebih lanjut, ia menegaskan pentingnya transparansi dalam penyajian informasi produk kepada konsumen. Label yang tidak sesuai bisa menyesatkan dan berdampak hukum.

Peluang Jerat Hukum dari UU Perlindungan Konsumen

Sekretaris Jenderal Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Rio Priambodo, menyebut konsumen memiliki hak untuk menggugat dan menuntut ganti rugi. Menurutnya, pelaku usaha yang mencantumkan informasi palsu bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Hal senada juga diungkapkan oleh praktisi hukum Brawijaya, Aan Eko Widiarto. Ia menilai pencantuman label halal tanpa sertifikasi termasuk dalam penipuan konsumen. Berdasarkan Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen, pelaku usaha yang memberikan informasi menyesatkan dapat dipidana hingga lima tahun penjara atau denda maksimal Rp2 miliar.

“Ini sudah termasuk pelanggaran serius. Jika dilihat dari unsur pasalnya, sudah cukup kuat untuk proses pidana,” ujar Aan, Rabu (28/5).

Melanggar UU Jaminan Produk Halal

Selain melanggar ketentuan perlindungan konsumen, kasus ini juga mencederai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Dalam regulasi tersebut, disebutkan bahwa setiap produk makanan yang beredar di Indonesia wajib bersertifikasi halal apabila mengklaim demikian.

Aan menyebut pelanggaran terhadap Pasal 4, 25, dan 56 UU tersebut juga bisa menjerat pelaku secara hukum. Klaim halal tanpa dasar sah dapat dianggap sebagai pemalsuan informasi dan masuk dalam kategori pidana.

“Kalau tetap mencantumkan halal padahal tidak bersertifikat, itu jelas pelanggaran hukum,” tegasnya.

Desakan Penegakan Hukum untuk Efek Jera

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, mendorong agar aparat kepolisian segera bertindak. Menurutnya, penegakan hukum dalam kasus seperti ini bukan hanya soal satu rumah makan, tetapi menyangkut perlindungan konsumen secara luas.

“Fakta yang ada menunjukkan ada unsur kesengajaan menyembunyikan bahan tidak halal. Itu sudah termasuk penipuan,” katanya.

Azmi menekankan pentingnya efek jera agar pelaku usaha lain tidak meniru tindakan serupa. Ia menyebut penggunaan label halal secara sembarangan bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga mengkhianati kepercayaan masyarakat.

“Ini bentuk manipulasi dan kejahatan yang harus ditindak tegas. Jangan beri ruang bagi pelaku usaha nakal,” tegasnya.

Masyarakat Diminta Lebih Waspada

Kasus ini menjadi pengingat bagi masyarakat agar lebih cermat saat memilih tempat makan, terutama yang mencantumkan klaim halal. Pemerintah pun diharapkan lebih aktif melakukan pengawasan serta memberi edukasi tentang pentingnya sertifikasi halal yang sah.

Hingga kini, belum ada proses hukum resmi yang diumumkan terhadap manajemen Ayam Goreng Widuran. Namun, tekanan publik dan desakan dari berbagai pihak membuat kasus ini diprediksi akan terus bergulir. ***