Guide Juliana Marins di Rinjani Banjir Kritik, Ali Musthofa: Banyak yang Menilai Tanpa Tahu Kronologi

SUARAMERDEKASOLO.COM – Peristiwa tragis yang menimpa pendaki asal Brasil, Juliana Marins (26), di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB), masih menyisakan duka dan sorotan tajam dari masyarakat. Salah satu pihak yang menjadi pusat perhatian adalah Ali Musthofa, pemandu wisata yang menemani pendakian tersebut. Ali merasa dirinya dikambinghitamkan oleh warganet tanpa memahami fakta dan kronologi lengkap yang terjadi di lapangan.

Dalam pernyataannya yang dikutip dari , Ali menyampaikan kekecewaannya terhadap sejumlah komentar negatif yang dilontarkan secara gegabah. “Banyak yang berkomentar tanpa tahu kejadian sebenarnya. Saya baca banyak komentar yang menyudutkan saya,” ungkapnya.

Kronologi Pendakian hingga Insiden Tragis

Ali menjelaskan bahwa dirinya pertama kali bertemu dengan Juliana Marins dan lima pendaki lainnya pada Kamis malam (19/6/2025). Saat itu, rombongan dijemput dari penginapan untuk memulai persiapan menuju pendakian Gunung Rinjani. Sebelum memulai perjalanan, Ali telah memberikan pengarahan (briefing) kepada seluruh peserta. Informasi yang disampaikan meliputi jalur pendakian, kondisi medan, dan prosedur teknis lainnya. Ia juga memastikan bahwa setiap pendaki, termasuk Juliana, dalam kondisi sehat dan telah menjalani pemeriksaan medis.

Pendakian resmi dimulai pada Jumat pagi (20/6/2025) pukul 07.00 WITA dari titik start di Resort Sembalun, Lombok Timur. Hari pertama pendakian berjalan lancar hingga Sabtu pagi. Namun, musibah terjadi saat rombongan mencapai kawasan Cemara Nunggal. Juliana, yang saat itu berada di barisan belakang, tiba-tiba tidak terlihat oleh rombongan lainnya.

“Saat itu saya langsung menaruh tas dan mencari keberadaannya. Saya melihat cahaya senter dari arah tebing,” ujar Ali. Dari pengamatan tersebut, diduga kuat Juliana terjatuh ke dalam jurang dengan kedalaman ratusan meter. Senter yang masih menyala menjadi petunjuk awal keberadaannya. Bahkan, drone milik pendaki lain sempat menangkap visual sosok Juliana yang masih menunjukkan gerakan dan meminta pertolongan.

Namun sayangnya, medan yang ekstrem menyulitkan proses penyelamatan. Korban akhirnya dinyatakan meninggal dunia. Tim SAR gabungan baru berhasil mengevakuasi jenazahnya pada Rabu malam (25/6/2025), lima hari setelah kejadian.

Proses Penyelidikan Terus Berjalan

Setelah insiden tersebut, pihak kepolisian langsung menggelar penyelidikan. Beberapa saksi, termasuk Ali Musthofa, telah dimintai keterangan. Kapolres Lombok Timur, AKBP I Komang Sarjana, menyatakan bahwa penyelidikan masih dalam tahap pengumpulan informasi. “Saat ini kami masih menggali keterangan dari para saksi,” ujarnya.

Tak hanya Ali, para pendaki lain yang tergabung dalam rombongan juga ikut dimintai kesaksiannya. Sementara itu, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) kemungkinan juga akan dilibatkan dalam investigasi lebih lanjut.

Ali Musthofa Masuk Daftar Hitam Sementara

Sebagai langkah preventif selama penyelidikan berlangsung, BTNGR memutuskan untuk sementara waktu mencabut izin pendampingan Ali Musthofa. Ia dimasukkan ke dalam daftar hitam (blacklist) dan tidak diizinkan mendampingi pendakian di Gunung Rinjani.

“Untuk sementara, kami tempatkan dalam daftar blacklist hingga proses penyelidikan selesai,” ujar Kepala BTNGR, Yarman, pada Kamis (3/7/2025) kepada Kompas.com.

Yarman juga mengungkapkan bahwa dari total 661 pemandu wisata yang terdaftar di kawasan Rinjani, hanya sekitar 50 persen yang telah mengantongi lisensi resmi. Terkait lisensi Ali Musthofa sendiri, saat ini masih dalam proses verifikasi. Pihak BTNGR menyebutkan akan berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata untuk mempercepat proses perizinan bagi para pemandu yang belum tersertifikasi.

Refleksi untuk Keselamatan Wisata Alam

Tragedi ini menjadi alarm keras bagi dunia pariwisata petualangan di Indonesia, khususnya di lokasi ekstrem seperti Gunung Rinjani. Pemerintah dan pemangku kepentingan kini sedang mengevaluasi ulang standar keamanan, kelengkapan dokumen pemandu, serta sistem koordinasi darurat di lapangan. Harapannya, insiden serupa tak lagi terulang, dan keselamatan pengunjung dapat dijaga dengan lebih optimal.

Masyarakat pun diimbau untuk lebih bijak dalam menanggapi kejadian seperti ini. Menghakimi tanpa dasar dan informasi yang utuh justru dapat memperkeruh suasana dan menyakiti pihak yang sebenarnya juga tengah mengalami trauma.