Gubernur Aceh dan Wali Nanggroe Kompak: Pengibaran Bendera Aceh Masih Menunggu Legalitas

SUARAMERDEKASOLO.COM – Isu mengenai pengibaran bendera Aceh kembali menjadi sorotan publik. Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau yang akrab disapa Mualem, memberikan tanggapan atas hal tersebut saat berada di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Selasa (17/6/2025).

Proses Legalitas Masih Berjalan

Menurut Muzakir, pengibaran bendera Aceh belum bisa dilaksanakan dalam waktu dekat karena masih menunggu proses legal formal yang berlaku. “Masih dalam proses. Saya kira belum diizinkan saat ini,” ujarnya kepada awak media.

Ia juga menyampaikan harapannya agar persoalan ini bisa segera tuntas, sehingga bendera Aceh dapat dikibarkan secara sah. “Kalau sudah resmi, tentu kita ingin secepatnya dilakukan,” tambahnya.

Terkait adanya pengibaran bendera Aceh dalam aksi damai di halaman Kantor Gubernur Aceh pada hari sebelumnya, Mualem mengaku belum mendapatkan informasi karena sedang berada di luar daerah. “Saya belum tahu pasti. Nanti saya cek ke sana, karena saya sudah beberapa hari di Jakarta,” jelasnya.

Dukungan dari Wali Nanggroe

Sementara itu, Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haythar, turut memberikan pernyataan terkait isu ini. Ia menyatakan bahwa masyarakat Aceh menaruh harapan besar agar bendera daerah mereka bisa segera disahkan secara hukum. “Kami memang menantikan agar bendera Aceh segera diresmikan. Kami menunggu saja prosesnya,” ungkapnya di Jakarta.

Namun, Malik juga mengungkapkan rasa syukurnya atas keputusan pemerintah pusat yang telah menyelesaikan sengketa empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara. “Saya ucapkan alhamdulillah karena polemik itu kini sudah selesai. Ini keputusan yang bijaksana,” tuturnya.

Ia menilai, keputusan Presiden Prabowo yang mengakui keempat pulau tersebut sebagai bagian dari Aceh mampu meredam potensi konflik yang lebih luas di masa depan. “Saya sangat bersyukur karena kalau tidak segera diselesaikan, mungkin akan menimbulkan ketegangan kembali. Padahal, itu tidak perlu terjadi,” tegas Malik.

Dasar Hukum Penggunaan Bendera Aceh

Isu bendera Aceh telah lama dibahas dalam berbagai regulasi dan kesepakatan penting. Salah satunya adalah Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dalam Pasal 1.1.5. disebutkan bahwa Aceh memiliki hak untuk menggunakan simbol-simbol wilayah, termasuk bendera, lambang, dan himne.

Regulasi ini diperkuat melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dalam Pasal 246 ayat (2) dinyatakan bahwa selain Bendera Merah Putih sebagai simbol nasional, Aceh diperbolehkan menetapkan bendera daerah sebagai simbol kekhususan.

Meski demikian, pada ayat (3) dijelaskan bahwa bendera daerah tidak boleh dianggap sebagai simbol kedaulatan. Ayat (4) menegaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan penggunaan bendera akan diatur dalam Qanun Aceh.

Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013

Sebagai pedoman pelaksanaannya, Pemerintah Aceh telah menerbitkan Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh. Dalam aturan ini dijelaskan secara rinci mulai dari bentuk, warna, garis, hingga makna filosofis dari bendera Aceh.

Namun, hingga saat ini implementasi qanun tersebut masih belum dapat dijalankan sepenuhnya karena menunggu keabsahan dari pemerintah pusat.