Buruh Rokok Dan Minuman Akan Turun Ke Jalan Untuk Tolak Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek

suaramerdekasolo.com – Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS, baru-baru ini menyampaikan ketidakpuasan yang mendalam terhadap Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang merupakan bagian dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024. Menurutnya, aturan ini gagal mengakomodasi suara para pekerja, yang seharusnya memiliki peran lebih dalam proses pembentukan regulasi.

Minimnya kesempatan untuk terlibat mendorong Sudarto dan perwakilan tenaga kerja lainnya untuk hadir di acara public hearing yang diadakan oleh Kementerian Kesehatan, meski tanpa undangan resmi. Ini merupakan langkah strategis untuk menuntut agar pemerintah lebih mendengarkan aspirasi semua pihak yang terdampak.

Dalam forum tersebut, yang didominasi oleh LSM dengan fokus pada kesehatan, Sudarto menggarisbawahi bahwa sejumlah ketentuan dalam PP 28/2024 dan RPMK dapat berimbas negatif pada kehidupan ratusan ribu pekerja di sektor tembakau serta makanan dan minuman. “Kami merasa hak-hak kami sebagai pekerja tidak dilindungi dengan baik. Pemerintah seharusnya melindungi industri hasil tembakau yang menjadi mata pencarian kami,” ujarnya di Forum Diskusi Advokasi Industri di Bogor, pada Selasa (24/9/2024).

Meskipun undangan dari Kemenkes tidak diterima, Sudarto mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengirimkan sekitar 20.000 masukan tertulis melalui situs resmi Kemenkes. Ia berharap masukan ini dapat dipertimbangkan secara serius oleh pemerintah.

Lebih lanjut, Sudarto menilai Kemenkes kurang transparan dalam mengelola informasi terkait masukan yang diterima melalui platform PartisipasiSehat, yang sering kali mengalami masalah teknis. “Kami sudah mengajukan hampir 20 ribu masukan untuk menolak PP 28 dan RPMK, termasuk mengenai kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek. Kami ingin penjelasan dari Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin tentang penolakan ini,” tegasnya.

Sudarto juga mendesak Kemenkes untuk berkoordinasi lebih efektif dengan kementerian lain dalam merumuskan kebijakan yang seimbang. “Kami minta agar aturan kemasan rokok polos tanpa merek dihapus dari RPMK dan PP 28/2024 ditinjau ulang,” tambahnya.

Sebagai langkah lanjutan, Sudarto menginginkan adanya ruang dialog yang konstruktif antara Kemenkes dan pekerja. Namun, jika upaya diplomasi ini tidak membuahkan hasil, ia menyatakan kesiapan untuk turun ke jalan menyuarakan tuntutan tersebut. “Kami ingin memulai dengan dialog, tetapi jika diabaikan, kami siap untuk bertindak tegas,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa masalah dalam PP 28/2024 dan RPMK mencerminkan kelalaian pemerintah dalam mempertimbangkan dampak ekonomi regulasi terhadap pekerja dan industri. Sudarto khawatir kebijakan ini dapat mengakibatkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal, merugikan banyak buruh.

Kekhawatiran ini sejalan dengan pernyataan Presiden Jokowi, yang baru-baru ini memperingatkan tentang potensi ancaman PHK pada tahun 2025. Dalam sambutannya di Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Jokowi menyebutkan bahwa ancaman ini dapat mengakibatkan hilangnya 85 juta pekerjaan, di saat Indonesia bersiap menyambut bonus demografi pada 2030 yang membutuhkan banyak lapangan kerja. “Kita harus fokus mengelola ekonomi kita dengan baik,” tambahnya.